Posted by : Unknown
Minggu, 08 November 2015
TUGAS PORTOFOLIO
2
PSIKOLOGI
MANAJEMEN
DISUSUN OLEH :
1.
Chatarina
Alma (11513881)
2.
Respati
Agung Prabowo (17513429)
3.
Viraldo
Lopulalan (19513165)
4.
Fransisca
Yetika (19513438)
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
I.
KEKUASAAN
A. Definisi Kekuasaan
Kekuasaan Menurut Max Weber adalah suatu kemungkinan yang membuat seorang
aktor di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk
melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan.
Kekuasaan Menurut Harold
D.Laswell dan Abraham Kaplan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau
sekelompok orang dapat menentukan (Power is a relationship in which one
person or group is able) tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah
tujuan dari pihak pertama (to determine the action of another in the
direction of the former's own ends).
Kekuasaan Menurut Budiardjo (1972) adalah
kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya
seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai
dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu
Kekuasaan Menurut Rogers adalah suatu
sumber yang memungkinkan seseorang mendapatkan hak untuk mengajak,mempengaruhi
dan meyakinkan orang lain.
Kekuasaan Menurut Walterd Nord adalah suatu kemampuan untuk
mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan
yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.
B.
Sumber-sumber Kekuasaan Menurut French dan
Raven
Sumber kekuasaan
menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1.
Kekuasaan
Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan
paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum.Hukuman adalah segala konsekuensi
tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang
menerimanya.Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk
memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi
dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer
menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah
karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya.
Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang
menyenangkan; misalnya atasan memberikan pemotongan gaji
terhadap karyawan/bawahannya, karena bawahaanya tersebut telah melanggar
peraturan perusahaan, bahkan jika kesalahan bawahannya tersebut fatal, maka si
atasan akan melakukan pemecatan terhadapnya, atau seorang guru memberikan
hukuman terhadap siswanya, dengan memberikan tugas yang banyak.
2.
Kekuasaan
Imbalan (Insentif Power)
suatu sikap yang patuh /tunduk yang dicapai berdasarkan
kepatuhan/kemampuan untuk memberikan reward (imbalan) agar dipandang orang lain
berharga,Seseorang akan patuh terhadap orang lain, jika dijanjikan akan
diberikan sebuah imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Selain itu
reward power juda bisa diartikan kemampuan dalam mengontrol distribusi dalam
pemberian reward atau menawarkan pada grup lainnya. Contoh bisa dalam bentuk : Bintang emas untuk murid, gaji untuk karyawan,
persetujuan sosial untuk subyek dalam eksperimen, positif feed back untuk
karyawan, makanan untuk orang kelaparan, kebebasan untuk narapidana, dan bahkan
bunuh diri untuk yang merasa hidupnya tersiksa.
3.
Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
mempengaruhi orang lain
karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan
atas pihak yang berkedudukan lebih rendah.Dalam teori, orang yang mempunyai
kedudukan sederajat dalam organisasi Misalnya Pegawai polisi mengatakan penonton untuk pindah jika
berada dalam suatu konser/pertunjukan musik, dosen menunggu isi kelas diam dan
tenang sebelum mengajarkan materinya.
4.
Kekuasaan Pakar (Expert Power)
Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki
keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis,
administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun
kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang
bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang
dimiliki.Kekuasaan
ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan
kekuasaan
legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan
oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
5.
Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau
dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang
bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan.
Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus,
olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya
percaya pada keyakinan-keyakinannya sendiri (faktor atribusi), melainkan juga
merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih
jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan
menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai
manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (faktor
konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari
psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses
proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam
proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya;
diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup,
petani agung, pramuka
II.
LEADERSHIP
A. Definisi Leardership (kepemimpinan)
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari
ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak
pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang
masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam
Kartono,2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni
mempengaruhi orang lain agar mau
bekerjasama yang didasarkan pada
kemampuan orang tersebut untuk
membimbing orang lain dalam mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok
Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari
atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk
berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki
keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
B. Teori-teori Kepemimpinan Partisipatif
1.
Teori X dan Teori Y (DOUGLAS MC GREGOR)
Teori X Teori ini menyatakan
bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk
pemalas yang tidak suka bekerja serta senang
menghindar dari pekerjaan dan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Pekerja memiliki ambisi yang kecil
untuk mencapai tujuan perusahaan namun
menginginkan balas jasa serta
jaminan
hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi,
diancam serta diarahkan agar dapat bekerja
sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan.Teori X memberikan petuah manajer
harus memberikan pengawasan
yang ketat, tugas-tugas yang jelas, dan
menetapkan imbalan atau hukuman. Hal
tersebut, karena manusia lebih suka diawasi
daripada bebas, segan bertanggung
jawab, malas dan ingin aman saja, motivasi
utamanya memperoleh uang dan
takut sanksi.
1) Asumsi teori X yaitu rata-rata manusia
memiliki bawaan tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya jika dia bisa.
a.
Karena mereka tidak suka bekerja, kebanyakan
orang harus dikontrol dan terancam sebelum mereka akan bekerja cukup keras.
b.
Manusia rata-rata lebih suka diarahkan, tidak
menyukai tanggung jawab, adalah jelas, dan keinginan keamanan di atas
segalanya.
c.
Asumsi ini terletak di belakang hari ini
sebagian besar prinsip-prinsip organisasi, dan menimbulkan baik untuk
"sulit" manajemen dengan hukuman dan kontrol ketat, dan
"lunak" manajemen yang bertujuan untuk harmoni di tempat kerja.
d.
Kedua ini adalah "salah" karena pria
perlu lebih dari imbalan keuangan di tempat kerja, dia juga membutuhkan
motivasi lebih dalam tatanan yang lebih tinggi - kesempatan untuk memenuhi
dirinya sendiri.
e.
Teori X manajer tidak memberikan kesempatan
ini staf mereka sehingga karyawan diharapkan berperilaku dalam mode.
·
Teori Y
Teori Y memiliki
anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya
kegiatan sehari-hari lainnya. Individu yang
berperilaku teori Y mempunyai sifat :
suka
bekerja, commit pada pekerjaan, suka mengambil tanggung jawab, suka
memimpin,
biasanya orang pintar.
Teori
Y Asumsi
a.
Pengeluaran upaya fisik dan mental dalam
bekerja adalah sebagai alam seperti bermain atau istirahat.
b.
Pengendalian dan hukuman bukan satu-satunya
cara untuk membuat orang bekerja, manusia akan mengarahkan dirinya sendiri jika
ia berkomitmen untuk tujuan organisasi.
c.
Kalau suatu pekerjaan memuaskan, maka
hasilnya akan komitmen terhadap organisasi.
d.
Pria belajar rata-rata, di bawah kondisi yang
tepat, tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab.
e.
Imajinasi, kreativitas, dan kecerdikan dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kerja dengan sejumlah besar
karyawan.
f.
Di
bawah kondisi kehidupan industri modern, potensi intelektual manusia rata-rata
hanya sebagian dimanfaatkan.
2) Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
a. Manajemen Sistem
Tahun
1960-an Likert dikembangkan empat sistem manajemen yang
menggambarkan hubungan, keterlibatan, dan peran antara
manajemen dan
bawahan dalam pengaturan industri.Keempat
sistem adalah hasil dari penelitian bahwa ia telah dilakukan dengan sangat
produktif supervisor dan anggota tim mereka Perusahaan Asuransi Amerika.
Belakangan, ia dan Jane G. Likert merevisi sistem berlaku untuk pengaturan
pendidikan. Mereka awal revisi itu dimaksudkan untuk menjelaskan peran kepala
sekolah, siswa, dan guru; akhirnya individu-individu lain di dunia akademik
dimasukkan seperti pengawas, administrator, dan orangtua.
b. Eksploitatif sistem otoritatif
Dalam
jenis sistem manajemen tugas pegawai / bawahan adalah untuk mematuhi keputusan
yang dibuat oleh manajer dan mereka yang memiliki status yang lebih tinggi
daripada mereka dalam organisasi.Bawahan tidak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan.Organisasi yang bersangkutan hanya tentang menyelesaikan pekerjaan.
Organisasi akan menggunakan rasa takut dan ancaman untuk memastikan karyawan
menyelesaikan pekerjaan ditetapkan. Tidak ada kerja tim yang terlibat.
c. Kebajikan sistem otoritatif
Seperti
halnya dalam sebuah sistem berwibawa eksploitatif, keputusan dibuat oleh
orang-orang di bagian atas organisasi dan manajemen.Namun termotivasi karyawan
melalui penghargaan (untuk kontribusi mereka) daripada ketakutan dan
ancaman.Informasi dapat mengalir dari bawahan kepada manajer tetapi terbatas
pada "manajemen apa yang ingin dengar".
d. Sistem konsultatif
Dalam jenis sistem manajemen, bawahan
termotivasi oleh penghargaan dan tingkat keterlibatan dalam proses pengambilan
keputusan. Manajemen konstruktif akan menggunakan bawahan mereka ide-ide dan
pendapat. Namun keterlibatan tidak lengkap dan keputusan besar masih dibuat
oleh manajemen senior.Ada aliran informasi yang lebih besar (daripada dalam
sistem berwibawa murah hati) dari bawahan kepada manajemen.Meskipun informasi
dari bawahan kepada manajer tidak lengkap dan eufimistis.
e. Partisipatif (kelompok) system
Manajemen
sepenuhnya percaya pada bawahan / karyawan. Ada banyak komunikasi dan bawahan
sepenuhnya terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Bawahan nyaman
menyatakan pendapat dan ada banyak kerja sama tim. Tim dihubungkan bersama-sama
oleh orang-orang, yang menjadi anggota lebih dari satu tim. Likert panggilan
orang di lebih dari satu kelompok "menghubungkan pin".Karyawan di
seluruh organisasi merasa bertanggung jawab untuk mencapai tujuan
organisasi.Tanggung jawab ini terutama sebagai bawahan motivasi ditawarkan
imbalan ekonomi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka telah
berpartisipasi dalam pengaturan.
3) Teori
of Leadership Pattern Choice
Tannenbaum dan Schmidt
Tannenbaum dan Schmidt
Continuum adalah sebuah model sederhana yang
menunjukkan hubungan antara tingkat
kebebasan yang seorang manajer memilih
untuk
diberikan kepada tim, dan tingkat kewenangan yang digunakan oleh
manajer.Sebagai kebebasan tim meningkat, sehingga otoritas manajer berkurang.
Ini adalah cara yang positif bagi kedua tim dan manajer untuk berkembang.
Sementara Tannenbaum dan Schmidt keprihatinan kebebasan didelegasikan ke grup,
prinsip yang mampu menerapkan berbagai tingkat kebebasan didelegasikan erat
berkaitan dengan 'delegasi tingkat' pada delegasi halaman. Sebagai seorang
manajer, salah satu tanggung jawab Anda adalah untuk mengembangkan tim
Anda.
Anda harus mendelegasikan dan meminta sebuah tim untuk membuat keputusan
sendiri untuk berbagai tingkatan sesuai dengan kemampuan mereka.
Berikut adalah
Tannenbaum dan Schmidt Continuum didelegasikan tingkat kebebasan,
dengan beberapa
tambahan penjelasan bahwa seharusnya membuat lebih mudah untuk
memahami dan menerapkan.
a.
. Manajer
memutuskan dan mengumumkan keputusan.
b.
Manajer memutuskan dan kemudian 'menjual' keputusan
untuk kelompok.
c.
Manajer menyajikan latar belakang keputusan
dengan ide-ide dan mengundang pertanyaan.
d.
Manajer menyarankan keputusan sementara dan
mengundang diskusi tentang hal itu.
e.
Manajer menyajikan situasi atau masalah, mendapat
saran, kemudian memutuskan.
f.
Manajer menjelaskan situasi, mendefinisikan
parameter dan meminta tim untuk memutuskan.
g.
Manajer memungkinkan tim untuk
mengidentifikasi masalah, mengembangkan pilihan, dan memutuskan tindakan, dalam
batas-batas yang diterima manajer.
C.
Modern Choice Approach to Participation
Salah satu
tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan-keputusan
yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak
kepada
para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas
pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan
yang sangat menentukan
keberhasilan
melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat
keputusan
dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan
mereka
yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita
pahami
bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat
meningkatkan
kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
D. Contigency Theory Fiedler
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler (1964, 1967)
menjelaskan bagaimana situasi
menengahi hubungan antara efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri
yang disebut nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai
(Yukl, 2005:251).
Fiedler
menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol
rendah dan moderat dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam
situasi kontrol moderat. Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin
dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas,
akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka
yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila
kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para
pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin
dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model
kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena
model
tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas
kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership
style)
dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang
dihadapinya.
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
kesesuaian
situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan
pemimpin.
Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan
(leader-member
relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi
(position
power).
Ada tiga variable situasi:
1)
Hubungan
pemimpin-anggota (leader member relations). Hubungan
pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
2)
Struktur
tugas (task structure). Derajat
struktur dari tugas yang diberikan kepada kelompok untuk dikerjakan.
3)
Kekuasan
kedudukan (position power).
Kekuasaan dan kewewenangan yg terberikan dari kedudukannya.
E. Path Goal Teori
Sekarang ini salah satu
pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal adalah suatu model
kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring
elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating
structure dan consideration serta
teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah
bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan
mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk
menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara
keseluruhan.Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang
efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke
pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang
lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal,
suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang
ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang, membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk pengujian pernyataan
ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin.Pemimpin yang berkarakter
directive-leader, supportive leader, participative leader dan
achievement-oriented leader.Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku
pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori
path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa
atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan
path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai
situasi.Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi
mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan
pengikutnya.Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada
bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan
bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan
menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai
hasil yang mereka inginkan.Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan
bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha
dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness).
Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan
kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka
capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang
paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk
mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Secara mendasar, model ini
menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan untuk mempengaruhi
persepsi bawahan tentang pekerjaan dan tujuan pribadi mereka dan juga
menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memotivasi dan
memberikan kepuasan kepada bawahannya. Model path-goal menganjurkan bahwa
kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1)
Fungsi
Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang
pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja
yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2)
Fungsi
Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap
kebutuhan pribadi mereka.
3)
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut,
pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya
kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al
dalam Kajanto, 2003).
a. Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa
yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan
dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang
cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan,
organisasi, koordinasi dan pengawasan.
b. Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan
kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan
menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi,
sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di
antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan
pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
c. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan
bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu
keputusan.Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
d. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan
tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal
mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses
pencapaian tujuan tersebut.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya
di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan
tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para
karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan
cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan,
kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang
diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic
of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1) Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal
memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan
jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera
bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan
masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a. Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu
sehubungan dengan penentuan hasil.Individu yang mempunyai letak kendali
internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada
usaha yang mereka lakukan sendiri.Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali
eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di
luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya
kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi
gaya kepemimpinan directive.
b. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari
orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung
merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat
authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan
mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang
berorientasi prestasi (achievement-oriented)
yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan
prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi
dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi
cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan
yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2)
Karakteristik Lingkungan pada faktor
situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi
faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a.
Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan
bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan
kerja.
b.
Perilaku tersebut merupakan komplimen dari
lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan
penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga
hal, yaitu:
1.
Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi
kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2.
Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih
berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur
wewenang formal yang tinggi
3.
Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan
tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Daftar
Pustaka
http://www.apapengertianahli.com/2015/06/pengertian-kekuasaan-menurut-para-ahli.html#
http://www.pengertianpakar.com/2014/09/pengertian-kekuasaan-menurut-para-pakar.html#_
Cholisin, M. Si dkk. 2006.
Dasar-dasarIlmuPolitik. Yogyakarta : FISE UNY
Budiardjo, M. (1972) Dasar – dasar
ilmu politik. Jakarta : PT gramedia pustaka utama
https://niladwipsikologi.wordpress.com/2010/12/24/teori-teori-kepemimpinan-partisipatif/
Djamaludin
Ancok. Hubungan Kepemimpinan
Transformasional dan
Related Posts :
- Back to Home »
- Respati Agung Prabowo_17513429_3PA15_Tugas Pertemuan 2 Mata Kuliah Psikologi Manajemen
