RESPATI AGUNG PRABOWO_17513429_4PA15_TUGAS PERTEMUAN 3 _SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI
Minggu, 11 Desember 2016
Posted by Unknown
Menceritakan Mengenai Diri Sendiri
Nama
saya Respati Agung Prabowo, saya tinggal di Jakarta. Alasan saya kuliah di
Gunadarma karena ada beberapa pertimbangan, diantaranya yang pertama karena
saya tidak lolos perguruan tinggi negri jalur nilai raport dan saya juga tidak
mencoba melalui jalur tertulis. Yang kedua karena saya tidak mencoba untuk mencari-
nyari kampus swasta lain. Ketiga jika saya perhatikan untuk pergi ke gunadarma
dari rumah saya ternyata tidak memerlukan waktu yang lama dan juga saya tidak
menghadapi kemacatan di jalan yang begitu parah seperti yang ke arah kota
Jakarta. Tetapi masih ada satu hal yang membuat saya tertarik kuliah disini
yaitu karena untuk fakultas psikologi disini sudah terakreditasi A dan saya rasa fakultas
psikologi gunadarma sudah mampu bersaing dengan fakultas psikologi universitas
lain baik negeri ataupun swasta lainnya. Pengalaman saya belum terlalu banyak
sih, saya baru belajar- belajar berwirausaha seperti jualan di online. Untuk
kedepannya nanti saya ingin menjadi seorang konsultan perusahaan dan juga ingin
membahagiakan orang tua saya. Sekian dan terimakasihh ....
RESPATI AGUNG PRABOWO_17513429_4PA15_TUGAS PERTEMUAN 2 _SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI
Selasa, 08 November 2016
Posted by Unknown
TUGAS
SOFTSKILL
DISUSUN OLEH :
Nama : Respati Agung
Prabowo
NPM : 17513429
Kelas : 4PA15
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016
1.
Masalah
Saya tinggal di wilayah ibukota DKI Jakarta, hobi saya
jalan-jalan ketempat wisata/ rekreasi. Tetapi untuk wilayah ibukota jakarta ini
saya kurang tahu mengenai tempat-tempat wiisatanya. Jadi saya merasa aneh
dengan diri sendiri karena dimana saya tinggal dan besar saya tidak mengetahui
lokasi-lokasi wisatanya.
2.
Solusi
Di mana jaman sekarang ini teknologi sudah sangat canggih
baik teknologi komunikasi dan
informasinya. Saya mencoba menciptakan sebuah aplikasi X dimana aplikasi ini di
buat untuk memudahkan kita dan mencantumkan tempat-tempat wisata yang ada di
ibukota Jakarta dan ada sejarahnya juga mengenai tempat lokasi tersebut Dimulai
dari wiyah Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Selatan dan Jakarta
Pusat. Dalam aplikasi ini juga menempatkan langsung titik lokasinya dengan
melalui sambungan GPS dan G-maps sehingga memudahkan saya ketika ingin pergi ke
lokasi tersebut yang saya tuju dengan bantuan aplikasi tersebut secara
otomatis.
3.
Manfaat
Aplikasi ini memberikan sebuah manfaat bagi orang orang
yang jarang pergi ketempat wisata khususnya wilayah Jakarta atau orang yang
ingin pergi tetapi tidak tau alamat tempat wisata tersebut. Tidak hanya itu
tetapi juga dapat menambah wawasan pengetahuan kita.
Respati Agung Prabowo_17513429_4PA15_Tugas Pertemuan 1 _Sistem Informasi Psikologi
Senin, 10 Oktober 2016
Posted by Unknown
TUGAS
INDIVIDU SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI
Disusun
oleh:
Nama
|
:
|
Respati Agung Prabowo
|
Kelas
|
:
|
4PA15
|
NPM
|
:
|
17513429
|
Mata Kuliah
|
:
|
Sistem Informasi Psikologi (Softskill)
|
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2015
Tidak dapat disangkal dunia dimana tempat tinggal kita sekarang ini semakin lama semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Seluruh aspek penunjang kehidupan secara sendirinya akan ikut berkembang. Dari keseluruhan perkembangan yang terjadi pada setiap aspek kehidupan kita. Perkembangan yang paling terlihat “menonjol” yaitu yang terjadi pada bidang teknologi. Perkembangan atau kemajuan yang terjadi pada bidang teknologi inilah yang menjadi “pelatuk” bagi pesatnya perkambangan pada aspek penunjang kehidupan lainnya seperti dalam bidang ekonomi, budaya, sosial, agama, dll.
Tidak dapat disangkal dunia dimana tempat tinggal kita sekarang ini semakin lama semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Seluruh aspek penunjang kehidupan secara sendirinya akan ikut berkembang. Dari keseluruhan perkembangan yang terjadi pada setiap aspek kehidupan kita. Perkembangan yang paling terlihat “menonjol” yaitu yang terjadi pada bidang teknologi. Perkembangan atau kemajuan yang terjadi pada bidang teknologi inilah yang menjadi “pelatuk” bagi pesatnya perkambangan pada aspek penunjang kehidupan lainnya seperti dalam bidang ekonomi, budaya, sosial, agama, dll.
Perkembangan
teknologi juga memberi pengaruh bagi berkembangnya sistem informasi yang secara
langsung ataupun tidak, identik dengan teknologi itu sendiri. Waktu yang terasa
berjalan begitu cepat karena perkembangan seluruh aspek penunjang kehidupan
yang pesat, menuntut sistem informasi juga berkembang dengan cepat. Dan
benar, perkembangan pada sistem informasi membuatnya dapat diaplikasikan
terhadap berbagai bidang seperti akademik, kesehatan, ekonomi, akuntansi,
geografis, bahkan psikologi yang biasa dikenal dengan istilah “Sistem Informasi
Psikologi” atau SIP. Ya, Sistem Informasi Psikologi, kali ini kita akan coba
membahas secara singkat salah satu “cabang” dari sistem informasi ini yang
nantinya mudah-mudahan dapat menanbah wawasan kita semua.
A.
SISTEM
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma)
dan bahasa Yunani (sustēma) yang dapat diartikan sebagai
suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan
aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering
dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana
suatu model matematika seringkali bisa dibuat. Sistem juga merupakan
kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah
serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara.
Kata “sistem” banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam
forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan
pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian
yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan
di antara mereka.
Selain definisi di atas, beberapa ahli juga mencoba mendefinisiskan sistem.
Berikut definisis sistem menurut para ahli:
1.
John Mc Manama
Menurutnya
sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang
saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai
suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.
2.
Djekky R. Djoht
Sistem
adalah agregasi atau pengelompokan objek-objek yang dipersatukan oleh beberapa
bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung, sekelompok unit yang
berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau oleh seni sehingga
membentuk suatu keseluruhan yang integral dan berfungsi, beroperasi, atau
bergerak dalam satu kesatuan.
3.
James Havery
Menurutnya
sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian
komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk
berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah
ditentukan.
4.
Koentjaraningrat
Sistem
adalah susunan yang berfungsi dan bergerak; suatu cabang ilmu niscaya mempunyai
objeknya, dan objek yang menjadi sasaran itu umumnya dibatasi.
Sistem juga mempunyai memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat seperti
berikut:
1. Terdiri dari
komponen-komponen yang saling berinteraksi.
2. Mempunyai
lingkungan luar.
3. Mempunyai interface
(jalinan).
4. Terdiri dari
masukan, pengolahan dan keluaran
Elemen-elemen
dalam sistem:
1. Tujuan
Setiap
sistem memiliki tujuan (Goal), entah hanya satu atau mungkin banyak.
2. Masukan
Masukan (input)
sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi
bahan yang diproses. Masukan dapat berupa hal-hal yang berwujud (tampak secara
fisik) maupun yang tidak tampak.
3. Proses
Proses
merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan
menjadi keluaran yang berguna dan lebih bernilai.
4. Keluaran
Keluaran (output)
merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa
suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya.
5. Batas
Yang disebut
batas (boundary) sistem adalah pemisah antara sistem dan daerah di luar sistem
(lingkungan). Batas sistem menentukan konfigurasi, ruang lingkup, atau
kemampuan sistem.
6. Mekanisme
Pengendalian dan Umpan Balik
Mekanisme
pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan menggunakan umpan
balik (feedback), yang mencuplik keluaran. Umpan balik ini digunakan
untuk mengendalikan baik masukan maupun proses. Tujuannya adalah untuk mengatur
agar sistem berjalan sesuai dengan tujuan.
7. Lingkungan
Lingkungan
adalah segala sesuatu yang berada diluar sistem. Lingkungan bisa berpengaruh
terhadap operasi sistem dalam arti bisa merugikan atau menguntungkan sistem itu
sendiri.
B. INFORMASI
Kata informasi berasal dari kata Perancis kuno informacion (tahun
1387) yang diambil dari bahasa Latin informationem yang
berarti “garis besar, konsep, ide”. Informasi merupakan kata benda dari informare yang
berarti aktivitas dalam “pengetahuan yang dikomunikasikan”. Definisi informasi
adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang terdiri
dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan
dari pesan atau kumpulan pesan. Informasi juga dapat didefinisikan sebagai data
yang sudah diolah menjadi suatu bentuk lain yang lebih berguna yaitu
pengetahuan atau keterangan yang ditujukan bagi penerima dalam pengambilan
keputusan, baik masa sekarang atau yang akan datang.
Selain definisi tadi, beberapa ahli juga mendefinisikan istilah informasi
sebagai berikut:
1.
Jogiyanto (2005) informasi adalah hasil
dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti
bagi penerimanya, yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian yang nyata yang
berguna untuk para pengambil keputusan.
2.
Alamsyah (2005) informasi adalah data
yang telah diolah dengan cara tertentu sesuai dengan bentuk yang diperlukan.
3.
Bodnar & Hopwood (2000) informasi
merupakan data yang diolah sedemikian rupa sehingga bisa dijadikan dasar dalam
mengambil sebuah keputusan yang tepat dan benar.
4.
Sutabri (2012) informasi adalah data
yang diolah dan diinterpretasikan untuk mengambil sebuah keputusan.
Berdasarkan pengertian menurut tokoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
informasi adalah hasil pengolahan data yang diolah dengan cara tertentu lalu
diinterpretasikan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan
C. PSIKOLOGI
Menurut arti kata, Psikologi (dari
bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Mengacu pada pengertian dari
George A.Miller, psikologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang
perilaku dan pola pikir, yang berusaha mengendalikan peristiwa mental dan
tingkahlaku manusia. Yang dimaksud tentang tingkahlaku di sini adalah segala
kegiatan, atau tindakan atauperbuatan manusia yang kelihatanmaupun yang jtidak
kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadari. Termasuk di dalamnya cara
berbicara, berjalan, berpikir, mengambil keputusan, cara melakukan sesuatu,
cara bereaksi terhadap sesuatu yang datang dari luar diri atau dalam diri.
Pengertian psikologi menurut para
ahli, antara lain :
A.
Crow & Crow, “ psychologi is the study of human behavior
and human relationship” (psikologi adalah tingkah laku manusia, yakni interaksi
manusia dengan dunia sekitarnya, baik berupa manusia lain [human relationship]
maupun bukan manusia, hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya).
B.
Sartain, “psychology is the scientific study of the
behavior of living organism, with especial attention given to human behavior”
(psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkahlaku organisme yang hidup,
terutama tingkahlaku manusia).
C.
Chaplin dalam Dictionary of Psychology, “ psychology
is science of human and animal behavior, the study of organism in all its
variety and complexity as it respond to the flux and flow of the physical and
social events which make up the environment” (psikologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam
segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar
dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan).
D. SISTEM
INFORMASI PSIKOLOGI (SIP)
Dari keseluruhan uraian mengenai
sistem, Informasi, dan psikologi di atas, maka dapat kita coba tarik kesimpulan
bahwa definisi “Sistem Informasi Psikologi” adalah suatu sistem atau tata cara
yang merupakan kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media,
prosedur dan pengendalian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan, mengolah, dan
menyimpan data mengenai perilaku terlihat maupun tidak terlihat secara langsung
serta proses mental yang terjadi pada manusia sehingga data tersebut dapat
diubah menjadi informasi yang dapat digunakan untuk tujuan tertentu seperti
tujuan penelitian. Contoh nyata dari pengaplikasian SIP dalam kehidupan adalah
penggunaan teknologi dalam pengambilan data tes psikologi, dalam hal ini
umumnya komputer (komputerisasi alat tes psikologi).
Komponen sistem informasi:
1.
Komponen sistem (component)
Suatu sistem terdiri dari sejumlah
komponen yang saling berinteraksi, yang saling bekerja sama membentuk suatu
komponen sistem atau bagian-bagian dari sistem.
2. Batasan
Sistem (boundaries)
Merupakan daerah yang membatasi
suatu sistem dengan sistem yang lain atau dengan lingkungan kerjanya.
3. Subsistem
Bagian-bagian dari sistem yang
beraktivitas dan berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan dengan
sasarannya masing-masing.
1. Lingkungan Luar Sistem (environment)
Suatu sistem
yang ada di luar dari batas sistem yang dipengaruhi oleh operasi sistem.
2. Penghubung Sistem (interface)
Media
penghubung antar suatu subsistem dengan subsistem lain.
3. Masukan Sistem (input)
Energi yang
masuk ke dalam sistem berupa perawatan dan sinyal
4. Keluaran Sistem (output)
Hasil energi
yang diolah dan diklasifikasikan menjadi keluaran yang berguna dan sisa
pembuangan.
5. Pengolahan Sistem (process)
Suatu sistem
dapat memilikisuatu bagian pengolah yang akan mengubah masukan menjadi
keluaran.
6. Sasaran Sistem (object)
Tujuan yang
ingin dicapai oleh sistem, akan dikatakan berhasil apabila mengenai sasaran
atau tujuan.
Fungsi sistem informasi
Membantu individu/kelompok melaksanakan aktivitas seperti:
a. Perencanaan
Sejumlah
kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode
tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.
b. Pengorganisasian
Sebagai
proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan,
sumber-sumber, dan lingkungannya. Dengan demikian hasil pengorganisasian adalah struktur organisasi.
c. Pengontrolan
Fungsi
dari sistem yang menyesuaikan operasi yang diperlukan untuk mencapai rencana
tersebut, atau untuk menjaga variasi dari tujuan sistem dalam batas-batas yang diijinkan.
d. Pengambilan keputusan
Suatu
hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada
pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia.
Setiap proses pengambilan keputusan
selalu menghasilkan satu pilihan final.
Sumber:
Alamsyah, Z. (2005). Manajemen
sistem informasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Bodnar, G. H., & Hopwood, W. S. (2000). Sistem informasi akutansi,
terjemahan Amir Abadi Jusuf, Rudi M. Tambunan. Jakarta : Salemba EmpatJogiyanto. (2005). Analisis dan desain sistem informasi.Yogyakarta : Penerbit Andi
Sutabri, T. (2012). Analisis sistem informasi. Yogyakarta : Penerbit Andi
Respati Agung Prabowo_17513429_3PA15_Tugas Pertemuan 1 _Psikoterapi
Jumat, 25 Maret 2016
Posted by Unknown
Psikologi Konseling
Rational Emotive Behavior Theraphy
Disusun oleh :
Aisyah
Tyas Maharani (10513506)
Chatarina Alma Kirana (11513881)
Novi Auliya
Istiqomah (16513521)
Rangga Ramadhan (17513277)
Respati Agung Prabowo (17513429)
Siti Aulia
Mardiyah (18513528)
Kelas
: 3PA15
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016
A. Sejarah Perkembangan
Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT) sebagai salah satu
pendekatan dalam konseling individu dan kelompok, dikembangkan oleh Albert
Ellis sejak tahun 1955. Albert Ellis lahir di Pittsburg, Pensylvania tahun
1913. Sebagai pakar psikologis klinis, ia memulai karirnya di bidang konseling
perkawinan, keluarga dan seks. Rational
Emotive Behavior Therapy lahir dari ketidakpuasan Ellis terhadap praktek
konseling tradisional yang dinilai kurang efisien, khususnya psikoanalitik
klasik yang pernah ditekuni. Berdasarkan temuan-temuan eksperimen dan
klinisnya, Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis, yaitu Rational Emotive Behavior Therapy.
Pada tahun 1947 Ellis memperoleh gelar Doktor
kehormatan di Columbia dan pada saat itu dia meyakini bahwa psikoanalisis
merupakan bentuk terapi yang sangat mendalam dan sangat efektif. Seperti halnya
dengan para psikolog di saat itu, dia sangat tertarik dengan teori Sigmund
Freud. Kemudian lama kelamaan kesetiannya kepada psikoanalisis memudar. Dalam
formasi awalnya, Ellis menekankan terapi rasional, yaitu unsur kognitif dari
perilaku manusia, asumsi ini sangat bertentangan dengan asumsi yang popular
pada pertengahan tahun 1950-an. Kemudian pendekatannya itu diperluas dengan
memasukkan unsur perilaku disamping unsur kognitif. Modifikasi selanjutnya Rational Emotive Behavior Therapy ini
mencakup teknik-teknik konseling perilaku seperti relaksasi, metode khayal,
latihan menyerang perasaan malu.
Dengan demikian, Rational Emotive Behavior
Therapy ini dapat dipandang sebagai model terapi perilaku yang berorientasi
kognitif. Pendekatan ini telah mengalami evolusi sedemikian rupa, yang pada
akhirnya menjelma menjadi pendekatan yang komprehensif dan ekletik
(menggabungkan beberapa metode) yang menekankan unsur-unsur berpikir,
menimbang, memutuskan dan melakukan. Rational
Emotive Behavior Therapy tergolong pada ancangan konseling yang
berorientasi kognitif. Pendekatan ini merupakan salah satu bentuk konseling
aktif-direktif yang menyerupai proses pendidikan (education) dan pengajaran (teaching)
dengan mempertahankan dimensi pikiran daripada perasaan. Perkembangan dan
modifikasi selalu terjadi, semula Ellis menekankan unsur rasional-kognitif,
kemudian diperluas dengan memasukkan unsur perilaku.
Rational
Emotive Behavior Therapy tergolong pada ancangan
konseling yang berorientasi kognitif-sejajar dengan konseling realitas yang
dikembangkan oleh Glesser-dengan beberapa ciri menonjol, yaitu: bersifat
didaktis, aktif, direktif, menekankan situasi sekarang dan berfikir yang lebih
rasional serta menekankan pada segi aksi konseli. Dari situlah maka Rational Emotive Behavior Therapy tak
ubahnya merupakan proses pemerolehan pemahaman yang sekaligus tampak pada
perbuatan atau perilaku konseli.
TUJUAN
Tujuan utama REBT berfokus pada membantu
konseli untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup rasional dan produktif. REBT membatu konseli agar berhenti membuat tuntutan dan merasa kecal
melalui kekacauan, konseli dalam REBT dapat mrngekspresikan beberapa perasaan
negatif, tetapi tujuan utamanyaadalahmembatu klien agar tidak memberikan
tanggapan emosional melebihi yang selayaknya tehadap sesuatu peristiwa.
REBT juga mendorong konseli untuk lebih
toleran terhadap diri sendiri dan oranglain, serta mengajak mereka untuk
mencapai tujuan pribadi. Tujuan trsebut dicapai dengan mengajak orang berfikir
rasional untuk mengubah tingkah laku menghancurkan diri dan dengan membantunya
mempelajari cara bertindak yang baru.
B.
Hakikat Manusia
Menurut Corey (2009) Rational Emotive Behavior Therapy memandang manusia pada dasarnya
adalah memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Manusia
memiliki kecenderungan untuk self-preservation,
kebahagiaan, berpikir dan mengucapkan dengan kata-kata, mencintai, berkumpul
dengan yang lain, tumbuh dan aktualisasi diri. Manusia juga memiliki
kecenderungan untuk self-destruction,
menghindari buah pikiran, prokantinasi, memiliki kepercayaan di luar kenyataan,
perfeksionis dan mencela diri sendiri, kurang bertoleransi, menghindari potensi
aktualisasi diri.
Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional
manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku
irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang
sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang
disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah
akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai
individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh
dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan
tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis
menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan
cara berpikir yang tepat.
Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan
diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat
diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Ellis (dalam Dryden & Neenan, 2006) membagi empat tipe berpikir rasional
adalah sebagai berikut:
a.
Flexible preferences (saya ingin diakui,
tetapi saya tidak terlalu menginginkan)
b.
Anti-awfulizing beliefs (ini buruk untuk tidak
diakui, tetapi ini bukanlah akhir dari dunia)
c.
High frustration tolerance beliefs (ini sulit
untuk menghadapi bahwa saya tidak diakui, tetapi saya dapat menoleransinya)
d.
Acceptance beliefs (contohnya self-acceptance: saya menerima diri saya
jika saya tidak diakui ; other-acceptance: saya dapat menerima anda jika anda
tidak mengakui saya ; life-acceptance: hidup adalah perpaduan kebaikan, keburukan,
dan kejadian netral.
Selanjutnya Ellis (dalam Dryden & Neenan,
2006) membagi empat tipe berpikir irrasional adalah sebagai berikut:
a.
Rigid demands (saya harus diakui).
b.
Awfulizing beliefs (jika saya tidak diakui,
ini adalah akhir dari dunia)
c.
Low frustration tolerance beliefs (saya tidak dapat menoleransi bahwa saya tidak
diakui).
d.
Depreciation beliefs (contohnya self-depreciation: saya tidak berharga
jika saya tidak diakui ; other-depreciation:
anda mengerika jika tidak mengakui saya ; life-depreciation:
hidup semuanya buruk jika saya tidak diakui).
Ellis (dalam Flanagan & Flanagan, 2004)
menyatakan lima komponen dasar teori konseling, yaitu sebagai berikut:
a.
Manusia secara dogmatis menuruti
gagasan irasional dan filosofi personal.
b.
Gagasan irasional menyebabkan manusia
mengalami kesedihan yang hebat dan kesengsaraan.
c.
Gagasan ini dapat mendidih hingga
sampai kategori dasar.
d.
Konselor dapat menemukan kategori
gagasan irasional ini dengan cukup mudah dalam logika konseli.
e.
Konselor dapat mengajarkan konseli
dengan sukses bagaimana bangun dari kesengsaraan yang disebabkan oleh
kepercayaan irasionalnya.
C.
Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian Pandangan pendekatan
Rational Emotif Behavior Therapy tentang kepribadian dapat dikaji dari
konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Menurut Ellis (2002) ada tiga pilar
yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent
event atau Adversities (A), Belief
(B), dan Emotional consequence (C).
Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1.
Antecedent
event (A), segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau
sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi
masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent
event bagi seseorang. segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau
sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi
masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent
event bagi seseorang.
2.
Belief (B),
keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan
yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan
yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
3.
Emotional
consequence (C), merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat
atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event
(A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan
oleh beberapa variable antara dalam
bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Menurut Dryden & Branch (2008) antecedent event (A) biasanya aspek
situasi individu yang berpotensi mampu memicu keyakinannya (B). Antecedent event (A) yaitu segenap
peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang
berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu
keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan
antecendent event bagi seseorang.
Menurut
Dryden & Branch (2008) perbedaan utama antara pendekatan Rational Emotif Behavior Therapy dan
lainnya untuk terapi kognitif-perilaku adalah dalam penekanannya pada belief (B). Dalam Rational Emotif Behavior Therapy, belief (kepercayaan) adalah inti dari emosi dan perilaku individu.
Keyakinan tersebut adalah satu-satunya kognisi yang merupakan B dalam teori ABC
di Rational Emotif Behavior Therapy. Belief (B) adalah keyakinan, pandangan,
nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Menurut Dryden & Branch (2008: 8) keyakinan
seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief). Keyakinan yang
rasional memiliki karakteristik a) fleksibel atau non-ekstrim, b) konsisten
dengan kenyataan, c) logis, d) sebagian besar fungsional dalam emosional,
konsekuensi perilaku dan kognitif, dan e) Sebagian besar membantu individu
dalam mengejar tujuan dasar dan tujuan. Keyakinan yang tidak rasional memiliki
karakteristik a) kaku atau ekstrim, b) tidak konsisten dengan kenyataan, c)
tidak masuk akal, d) sebagian besar disfungsional dalam emosional, konsekuensi
perilaku dan kognitif, dan e) sebagian besar merugikan individu dalam mengejar
tujuan dasar.
Menurut Dryden & Branch (2008) emotional and behavioral consequence (C)
merupakan konsekuensi dari akibat antecendent
event (A). Konsekuensi ini bisa berupa emosi, perilaku dam pemikiran.
Konsekuensi ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang keyakinan rasional maupun
keyakinan irasional.
Menurut Corey (2009) disputing (D) merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk
menentang pikiran yang cenderung mengalahkan diri sendiri dan
kepercayaan-kepercayaan irasional yang dimiliki individu. Terdapat tiga bagian
dalam tahap disputing, yaitu sebagai
berikut:
a.
Detecting irrational beliefs : Konselor
menemukan keyakinan konseli yang irasional dan membantu konseli untuk menemukan
keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
b.
Debating irrational beliefs : Konseli berdebat
dengan kepercayaan disfungsionalnya dengan belajar bagaimana berpikir secara
logis dan empiris. Selain itu juga dengan cara belajar bagaimana berargumen
dengan kuat dan bertindak sesuai dengan kepercayaannya.
c.
Discriminating irrational beliefs : Kemudian
yang terakhir adalah konseli belajar membedakan kepercayaan irasional (self-defeating) dan kepercayaan rasional
(self-helping).
Menurut Corey (2009) hasil akhir dari proses
A-B-C-D berupa Effect (E). Effect (E) adalah satu filosofi efektif
yang memiliki sisi praktis. Suatu sistem keyakinan yang baru dan efektif terdiri
dari penggantian pemikiran yang tidak sehat dengan pemikiran yang sehat. Jika
berhasil melakukan hal tersebut maka akan timbul new feeling (F) yaitu satu perangkat perasaan yang baru.
D. Pribadi
sehat dan bermasalah
1.
Pribadi bermasalah
Ellis & Dryden (1997) menyatakan pribadi bermasalah adalah sebagai
berikut:
a.
All-or-none thinking: “Jika saya gagal dalam
beberapa tugas penting, saya mengalami kegagalan total.”
b.
Jumping to conclusions and negative non sequiturs: ”Sejak mereka melihat saya muram, mereka akan melihat saya sebagai
ulat yang tidak kompeten.”
c.
Fortune-telling: ”Karena mereka menertawakan
kegagalan saya, mereka akan membenci saya selamanya.”
d.
Focusing on the negative: ”Karena saya tidak
dapat bertahan pada hal yang salah, saya tidak dapat melihat sesuatu yang baik
yang terjadi pada hidup saya.”
e.
Disqualifying the positive: ”Ketika mereka
memuji saya dalam kebaikan yang telah saya lakukan, mereka hanya bersikap ramah
kepada saya dan melupakannya.”
f.
Allness and neverness: “Karena kondisi
kehidupan seharusnya baik dan sebetulnya buruk dan sangat tidak dapat
ditoleransi, mereka akan selalu menempuh jalan ini dan saya tidak akan pernah
merasa bahagia.”
g.
Minimization: “Kebaikan saya dibidik dalam
permainan yang bersifat keberuntungan dan tidak penting. Tetapi keburukanku
dibidik, yang mana saya secara mutlak tidak pernah dibuat.”
h.
Emotional reasoning: “Karena saya pernah
tampil buruk, saya merasa seperti orang tolol, dan kekuatan perasaan saya
membuktikan bahwa saya tidak ditakdirkan baik.”
i.
Labeling and overgeneralization: “Karena saya
harus tidak gagal dalam pekerjaan penting dan harus selesai, saya adalah
pecundang.”
j.
Personalizing: “Sejak saya bertindak jauh
lebih buruk bahwa saya secara mutlak harus bertindak dan mereka menertawakan,
saya yakin mereka hanya menertawakan saya, dan ini sangat mengerikan.”
k.
Phonyism: ”Ketika saya tidak melakukan sebaik
yang seharusnya saya lakukan dan mereka masih memuji dan menerima saya, saya
yakin itu palsu.”
l.
Perfectionism: ”Dalam menyelesaikan pekerjaan,
saya harus menyelesaikannya secara sempurna.”
2.
Pribadi sehat
Ellis & Dryden (1997) menyatakan pribadi sehat adalah sebagai
berikut:
a.
Self-interest: Pribadi sehat cenderung
bijaksana dan menyenangkan untuk diri mereka sendiri dan menaruh diri mereka
sendiri menjadi pribadi yang menyenangkan bagi orang lain.
b.
Social interest: Manusia memilih hidup dan
menikmati diri mereka sendiri dalam kelompok sosial atau komunitas. Jika mereka
tidak bertindak secara moral, menyembunyikan kebenaran orang lain, dan
menghasut kelompok masyarakat, hal ini tidak akan disukai. Mereka akan
menciptakan dunia yang ramah yang mana mereka dapat hidup dengan nyaman dan
senang.
c.
Self-direction: Pribadi yang sehat cenderung
mengasumsikan tanggung jawab untuk kehidupan mereka ketika secara simultan
mengutamakan kerja sama dengan yang lain. Mereka tidak membutuhkan atau
menuntut banyak dukungan dari yang lain, meskipun mereka mungkin mengutamakan
dan bekerja untuk ini.
d.
High frustration tolerance: Pribadi yang sehat
adalah mereka yang dapat mengubah kondisi yang memuakkan pada diri mereka,
menerima hal yang tidak bisa mereka lakukan, dan memiliki kebijaksanaan dalam
mehamai dua perbedaan.
e.
Flexibility: Pribadi yang sehat dan matang
cenderung fleksibel dalam berpikir, terbuka terhadap perubahan, dan tidak
berprasangka buruk dan pluralistik dalam pandangan mereka terhadap orang lain.
f.
Acceptance of uncertainty: Pribadi yang sehat
cenderung mengakui dan menerima gagasan bahwa kita tampak hidup di dunia yang
penuh dengan kemungkinan dan perubahan dimana kepastian mutlak tidak bisa
dipastikan dan kemungkinan tidak pernah akan terus ada.
g.
Commitment to creative pursuits: Kebanyakan
manusia cenderung menjadi pribadi sehat dan senang ketika mereka secara krusial
dapat berbaur dengan kelompok sosial atau komunitas dan sedikitnya satu
kreasinya dapat menjadi minat perhatian dari kelompok sosial atau komunitas,
seperti halnya kebanyakan manusia, bahwa mereka menganggap penting mereka bisa
menjadi bagian dari struktur yang baik dari kehidupan disekitarnya.
h.
Scientific thinking: Pribadi yang sehat
memiliki kecenderungan menjadi lebih objektif, realistis, dan ilmiah.
i.
Self-acceptance: Pribadi yang sehat biasanya
senang hidup dan menerima diri mereka sendiri karena mereka hidup dan memiliki
kapasitas untuk menikmati diri mereka sendiri.
j.
Risk-taking: Emosi pribadi yang sehat memiliki
kecenderungan berani mengambil resiko dan mencoba melakukan apa yang ingin dilakukan.
Mereka menganggap itu adalah kesempatan baik meskipun mungkin mereka gagal.
Mereka memiliki kecenderungan menjadi petualang tetapi tidak gegabah.
k.
Long-range hedonism: Pribadi yang sehat
mencari ketenangan hidup untuk saat sekarang dan masa depan, dan itu tidak
didapatkan secara instan.
l.
Nonutopianism: Pribadi yang sehat menerima
fakta bahwa tempat yang sempurna mungkin tidak dapat dicapai dan mereka tidak
pernah suka mendapatkan segala apa yang mereka inginkan dan menghindari semua
rasa sakit.
m.
Self-responsibility for own emotional disturbance: Pribadi yang sehat cenderung bertanggung jawab atas kekacauan yang
mereka buat daripada bertahan dengan tuduhan dan hujatan orang lain.
D.
Hakikat Konseling
Rational
Emotive Behavior Therapy dilakukan dengan menggunakan
prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk
mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama
oleh konselor dan konseli. Karakteristik proses Rational Emotive Behavior Therapy adalah sebagai berikut:
1.
Aktif-direktif, artinya bahwa
dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan konseli
dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2.
Kognitif-eksperiensial, artinya
bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari konseli dan
berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3.
Emotif-ekspreriensial, artinya
bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi
konseli dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar
akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut. 4.
Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya
menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku konseli.
E.
Kondisi Pengubahan
Menurut Corey (2009) tujuan umum Rational Emotive Behavior Therapy adalah
mengajari konseli bagaimana cara memisahkan evaluasi perilaku mereka dari
evaluasi diri – esensi dan totalitasnya – dan bagaimana cara menerima dengan
segala kekurangannya. Sedangkan tujuan dasarnya adalah mengajarkan konseli
bagaimana merubah disfungsional emosi dan perilaku mereka menjadi pribadi yang
sehat.
Selain itu dua tujuan terpenting Rational Emotive Behavior Therapy menurut
Ellis (dalam Corey, 2009) adalah a) membantu konseli dalam proses mencapai unconditional self-acceptance dan unconditional other acceptance, dan b)
melihat bagaimana kedua hal itu saling berkaitan. Sedangkan menurut Ellis
(dalam Sharf, 2012: 339) tujuan umum Rational
Emotive Behavior Therapy adalah membantu konseli dalam meminimalisir
gangguang emosi, menurunkan self-defeating
self-behaviors, dan membantu konseli lebih mengaktualisasikan diri sehingga
mereka bisa menuju ke kehidupan yang bahagia. Sedangkan tujuan khususnya adalah
membantu konseli berpikir lebih bersih dan rasional, memiliki perasaan yang
lebih layak, dan bertindak efisien dan efektif dalam mencapai tujuan hidup yang
bahagia.
F.
Teknik-teknik Konseling Rational Emotive
Behavior Therapy
Teknik-teknik konseling Menurut Corey (2009)
konselor yang menggunakan pendekatan Rational
Emotive Behavior Therapy harus menguasai berbagai macam metode dan bersifat
integratif. Pendekatan ini menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif,
afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa
teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Teknik-teknik Kognitif
a.
Disputing irrational beliefs, metode kognitif
dalam Rational Emotive Behavior Therapy
yang paling umum adalah konseling secara aktif mempersoalkan keyakinan tidak
rasional dan konselor mengajari konseli cara mengatasi tantangan
ketidakrasionalanya sampai ia mampu menghilangkan dan melunturkan kata “harus”
dalam dirinya.
b.
Doing cognitive homework, konseli diharapkan
membuat daftar masalah mereka, mencari keyakinan absolut mereka, dan
mempertentangkan keyakinan-keyakinan tersebut. Doing cognitive homework merupakan cara melacak dimensi “keharusan”
dan “sebaiknya” yang ada pada kognisi konseli. Doing cognitive homework juga bisa terdiri dari penerapan teori ABC
terhadap permasalahan yang dialami oleh konseli. Dengan cara yang perlahan dan
yang dibagi ke dalam beberapa sesi, konseli belajar mengatasi kecemasan dan
mempertanyakan pemikiran tidak rasionalnya yang mendasar.
c.
Changing one’s language Rational Emotive Behavior Therapy, menyatakan bahasa yang tidak tepat adalah salah satu bentuk penyebab
proses pemikiran yang terdistorsi. Konseli mempelajari bagaimana menyatakan
bahasa yang tepat agar tidak terjadi pemikiran dan perilaku yang disfungsional.
d.
Psychoeducational methods Program Rational Emotive Behavior Therapy dan sebagian besar konseling kognitif behavior mengenalkan
memperkenalkan konseli dengan berbagai macam komponen pendidikan. Konselor
membelajarkan konseli tentang hakikat permasalahan mereka dan bagaimana proses
mengatasinya. Konseli lebih suka bekerja sama dengan program perlakuan jika
mereka memahami pentingnya teknik yang digunakan.
2.
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a.
Rational emotive imagery, dalam rational emotive imagery konseli
didorong untuk membayangkan salah satu kejadian pengaktif atau kesulitan
terburuk yang dapat terjadi pada dirinya. Misalnya ditolak oleh seorang wanita
yang benar-benar diinginkannya. Konseli mebayangkan dengan jelas kesulitan ini
sedang terjadi dan membawa sejumlah masalah ke dalam hidupnya. Setelah itu
konseli didorong untuk menjalin hubungan dengan konsekuensi emosional negatif
yang tidak diinginkan yang dipicu oleh kesulitan tersebut. Misalnya cemas,
depresi, dan membenci diri. Konseli merasakan secara spontan apa yang dirasakannya
dan tetap bertahan dengan perasaan itu dalam beberapa saat. Setelah itu konseli
berusaha mengubah perasaan terganggu yang tidak sehat tersebut dengan
konsekuensi perasaan negatif yang sehat. Misalnya sedih, kecewa, menyesal dan
tidak senang. Cara melakukannya adalah dengan mengatakan keyakinan rasionalnya
yang masuk akal kepada dirinya dengan kuat dan berulang-ulang. Misalnya, “Ya
dia memang belum bisa menerima saya dan itu sangat menyakitkan bagi saya. Dia
belum bisa menerima saya mungkin karena dia belum mengenal saya”. Konseli
seharusnya tetap dalam bayangan rasionalnya itu sampai konseli bisa mengubah
perasaan negatif tidak sehatnya menjadi pernyataan negatif yang lebih sehat.
b.
Using humor Penggunaan humor dapat membantu
mengurangi keyakinan-keyakinan irasional dan perilaku self-defeating. Rational
Emotive Behavior Therapy menyatakan bahwa gangguan emosi sering disebabkan
oleh terlalu seriusnya seseorang menanggapi sesuatu. Humor bisa sangat berharga
untuk membantu konseli lebih santai dan tidak menganggap terlalu serius masalah
hidup.
c.
Role playing Terdapat komponen emosi dan
perilaku dalam teknik bermain peran. Konselor sering menginterupsi untuk
menunjukkan pada konseli bahwa apa yang mereka katakan sendiri pada konseli
untuk mengubah perasaan yang tidak sehat menjadi perasaan yang lebih sehat. Fokusnya
adalah pada keyakinan yang tidak rasional yang berhubungan dengan perasaan yang
tidak menyenangkan diubah menjadi keyakinan yang lebih rasional.
d.
Shame-attacking exercises Ellis mengembangkan
latihan untuk membantu orang mengurangi perasaan malu dalam melakukan sesuatu.
Ellis berpikir bahwa kita bisa dengan keras kepala menolak rasa malu dengan
berkata pada diri kita sendiri bahwa bukan hal yang menyedihkan jika seseorang
menganggap kita bodoh. Tujuan utama latihan ini yang secara khusus melibatkan
komponen emosi dan perilaku, konseli bekerja agar tidak malu ketika orang lain
tidak sependapat dengan konseli. Latihan ini ditujukan untuk meningkatkan
penerimaan diri dan tanggung jawab serta membantu konseli memamndang bahwa
sebagaian besar perasaan mereka tentang rasa malu berkaitan dengan cara mereka
mengenali kenyataan.
e.
Use of force and vigor Ellis menyarankan
penggunaan kekuatan dan energi sebagai salah satu cara untuk membantu konseli
berpindah dari berwawasan intelektual menjadi berwawasan emosional. Konseli
juga ditunjukkan caranya melakukan dialog memaksa diri dimana mereka bisa
mengekspresikan keyakinan irasional dan kemudian mempertanyakan keyakinan
tersebut. Konselor akan melakukan permainan peran terbalik dengan secara keras
berpegang teguh pada filosofi pengalahan diri konseli. Selanjutnya konseli
diminta untuk memperdebatkan dengan konselor dalam upaya untuk membujuknya
meninggalkan gagasan disfungsional tersebut.
3.
Teknik-teknik Behavioristik
Dalam teknik ini konselor menggunakan prosedur behavioral standar,
seperti pengkondisian operant, prinsip manajemen diri, desensitisasi
sistematis, teknik relaksasi, dan permodelan.
G. Kelemahan
dan Kelebihan
1.
Kekuatan
a.
Pendekatan ini jelas, mudah
dipelajari dan efektif. Kebanyakan konseli hanya mengalami sedikit kesulitan
dalam mengalami prinsip ataupun terminologi Rational
Emotive Behavior Therapy.
b.
Pendekatan ini dapat dengan
mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klian
mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
c.
Pendekatan ini relatif singkat dan
konseli dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini secara swa-bantu.
d.
Pendekatan ini telah menghasilkan
banyak literatur dan penelitian untuk konseli dan konselor. Hanya sedikit teori
lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi seperti ini.
e.
Pendekatan ini terus-menerus
berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah diperbaiki.
f.
Pendekatan ini telah dibuktikan
efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah seperti depresi dan
kecemasan
2.
Kelemahan
a.
Pendekatan ini tidak dapat
digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan atau
keterbatasan mental, seperti schizophrenia,
dan mereka yang mempunyai kelainan pemikiran yang berat.
b.
Pendekatan ini terlalu
diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami
kesulitan dalam memisahkan teori dari keeksentrikan Ellis.
c.
Pendekatan ini langsung dan
berpotensi membuat konselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan tidak merawat
konseli seideal yang semestinya.
d.
Pendekatan yang menekankan pada
perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana dalam membantu konseli
mengubah emosinya.
Daftar Pustaka
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.
USA : Thomson Brooks/Cole.
Dryden, W. & Branch, R. 2008. The Fundamentals of Rational Emotive
Behaviour Therapy : A Training Handbook. USA : John Wiley & Sons, Ltd.
Dryden, W. & Neenan, M. 2006. Rational Emotive Behavior Therapy :
100 Key Points & Techniques. London & New York : Routledge Taylor &
Francis Group
Ellis, A. 2002. Overcoming Resistance : A Rational Emotive Behavior
Therapy Integrated Approach. New York : Springer Publishing Company, LLC.
Ellis, A. & Dryden, W. 1997. The Practice of Rational Emotive
Behavior Therapy. New York : Springer Publishing Company
Flanagan, S. J., & Flanagan, S. R. 2004. Counseling and
Psychotherapy Theories in Context and Practice. New Jersey : John Wiley &
Sons, Inc.
Froggatt, W. 2005. A Brief Introduction To Rational Emotive Behaviour
Therapy. Journal of Rational-Emotive and Cognitive Behaviour Therapy, 3 (1):
1-15.